naskah mengejar mimpi bab: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Keesokan harinya aku memasuki gerbang sekolahku. Aku takut jangan-jangan, saat melewati pintu itu, iyen telah menungguku untuk mendampratku. Atau menghinaku tampa belas kasihan sama sekali. Aku melangkah pelan dan tetap waspada. Aku mencurigai setiap gerakan yang terjadi di balik pintu masuk sekolah. Setelah kupastikan aman, aku berjalan cepat dan berharap, tidak akan pernah bertemu dengannya lagi.
Setelah melewati pintu itu, aku langsung membelok kekanan, menghindari keramaian tempat berlangsungnya masa oriontasi siswa baru yang berada dilapangan upacara. Namun beberapa siswa melihatku, gawat, rupanya mereka mengenaliku. Dan ternyata sejak kejadian kemarin. Aku dan iyen telah menjadi bahan pembicaraan dilingkungan sekolah. Karena saat aku melewati beberapa murid yang nongkrong didepan ruang praktek otomotif, mereka langsung tersenyum kepadaku dan terus berkata.
”Hei tomingse kami sangat menikmati adeganmu kemarin”.aku terus berjalan acuh tak acuh.
”maukah kau mengulanginya lagi”.sambung yang satunya melecehkanku. Tapi tak apalah, ini lebih baik daripada aku harus bertemu dengan si iyen.
”hei siapa namamu, aku salut kepadamu”. Teriak salah seorang dari mereka saat aku menghilang dibalik benkel arsitek.
Aku terus menyusuri tembok sekolah yang tingginya hampir empat meter. Inilah jalan yang paling aman menghindari manusia-manusia sok usil itu. Akhirnya aku sampai juga dibelakang sekolah. Yang menjadi tempat yang paling aman bagiku. Aku sangat menikmati pemandangan di belakang sekolah ini yaitu: terbentang luas rumput hijau yang kelihatannya tak pernah dirawat. Sehingga ada beberapa bagian lapangan, yang rumputnya bisa setinggi lutut.
Namun pemandangan itu semakin indah, saat burung-burung kecil beterbangan, dan singgah sebentar dirumput itu. Kicauan burung dan hembusan angin sopoi-sopoi, membuat aku betah berlama-lama disini. Aku mencintai tempat ini, sepi tak ada siapapun yang mengusiku.
Mengingat kejadian kemarin, sempat terpikirkan olehku untuk pindah dari sekolah ini. Tapi mengingat aku telah membayar separuh uang pendaftaran, maka kuurungkan niatku. Lagian uang pendaftaran itu, adalah hasil tabunganku selama enam bulan, membanting tulang, menjadi sopir angkot milik pamanku. sejak kelas satu smp, setelah pulang sekolah, aku langsung mengantikan pamanku menjadi sopir angkot, dari perkampungan menuju pusat kota, yaitu terminal pasar sentral, yang menjadi tempat berkumpulnya seluruh mobil dari berbagai jurusan.
Dan satu lagi yang membuat aku tetap bertahan disekolah ini yaitu ini dalah sekolah menengah kejuruan terfaporit didaerahku gorontalo. Aku ingat jumlah siswa yang mendaftar waktu itu, berjumlah dua ribu lebih. Dan bayangkan lagi yang diterima hanya berjumlah lima ratus orang. Dan ini berarti, akan ada seribu lima ratus lebih yang akan menangis memaksa orang tua mereka agar tetap bisa masuk kesekolah ini.
Biasanya mereka yang berkantong tebal, tak harus sibuk-sibuk menyuruh anak mereka mengikuti tes seleksi masuk, atau mengikuti kegiatan masa orientasi siswa baru yang seperti kemarin menjadi musibah bagiku. Mereka hanya mempersiapkan anaknya, untuk masuk pada hari pertama belajar, tanpa harus mengikuti kegiatan selama berhari-hari, sejak hari pertama pendaftaran. Mereka rupanya kebal terhadap sitem tata aturan sekolah. Atau lebih krennya biasa disebut pengecualian sistem.
Tak terasa aku sudah hampir dua jam berada dibelakang sekolah. Suara ribut kegiatan masa orientasi siswa baru masih terdengar. Nampaknya mereka masih sangat menikmati kegiatan itu. Mungkin hanya aku sendiri yang tak tertarik bergabung bersama mereka. Bukannya aku melanggar aturan siswa baru, atau orang yang termasuk dalam pengecualian sistem. Tapi lebih karena kejadian kemarin.
Sejak kejadian itu aku malu berada diantara para siswa siswi, yang pasti akan mengerjaiku habis-habisan. Bukan hanya itu juga, aku tak sanggup jika bertemu iyen lagi. Tak dapat kubayangkan seandainya disana, didepan orang banyak, ia akan membalas semua yang aku lakukan kepadanya. Dan aku yakin sekarang ia pasti telah mencariku untuk menumpahkan semua kekesalannya terhadapku. Mungkin semalam ia tidak tidur, hanya untuk memikirkan cara mempermalukanku hari ini.
Mengingat itu semua, aku jadi tak ingin beranjak dari tempat ini. Atau sebaliknya aku pulang saja, untuk melakukan pekerjaanku, seperti biasa menggantikan pamanku menarik angkot. Lagian aku masih banyak membutuhkan uang, untuk melunasi sisa uang pendaftaran sekolahku. Belum lagi aku harus membeli seragam sekolah.
Ah...baiknya juga begitu, aku harus mencari uang. Aku berbicara sendiri menimbang-nimbang apa yang akan aku lakukan. Untung saja tak ada yang mendengarku, seandainya ada, mungkin mereka akan merasa bersyukur bahwa mereka termasuk orang yang beruntung masih bisa bersekolah tanpa harus memikirkan biaya.
Aku berdiri sambil menepuk-nepuk pantatku membersihkan debu yang melengket. Dan pada saat aku akan berpaling untuk melangkah, pada detik itu juga aku terkejut tak alang kepalang, dibelakangku, berjarak satu meter, diselasar gedung sekolah duduk dengan manisnya, bersandar ditembok kelas seorang wanita cantik berkulit putih bersih.
”i..i...i...iyen !!!”. ucapku dengan bibir bergetar gugup. Aku tak tahu harus berbuat apa. Dalam kepanikan aku berusaha menyembunyikan kegugupanku. Namun semakin kuat aku berusaha semakin salah tingkah. Ia tersenyum, rupanya ia mengetahui keadaanku. Dan senyum manisnya itu, agak membuat aku sedikit tenang. Hanya sedikit saja. Karna aku cemas memikirkan berbagai macam kemungkinan yang akan ia lakukan terhadapku.
Aku sering melihat sinetron-sinetron di televisi, tak jarang seorang wanita menampar seorang pria Cuma karena pria itu memperhatikan wajahnya saat ia melintas di depannya. Dan sering juga terjadi setelah menmparnya, ia akan menghina pria itu dengan kata-kata yang sangat menyakitkan hati. Dan setelah itu biasanya si pria tadi akan berkata dalam hati.
”Lihat saja nanti, kau pasti akan bertekuk lutut didepanku”. Semoga saja kata terakhir tadi tak akan kuucapkan, saat ia telah selesai menamparku. sebab aku tahu, meskipun aku berjanji dengan mengucapkannya dengan sungguh-sungguh, ribuan kali dalam hatiku, tidak akan membuat wanita secantik dia bertekuk lutut dihadapan pria miskin melarat sepertiku.
Tapi tunggu dulu, mungkin ceritnya akan lain jika aku menggunakan jasa agen perdukunan untuk membantuku. Bukankah cara ini sangat manjur dan seringkali terjadi. Lagian cara ini tidak terlalu menguras kantong dibanding harus membeli mobil honda jaz untuk memikatnya. Ah sungguh ide yang sangat cemerlang, ternyata otakku pintar juga berpikir dalam keadaan gawat seperti ini. Biarlah, nanti akan kupikirkan lain kali saja. Yang jelas sekarang ini aku harus mencari cara agar bisa melarikan diri menjauh darinya.
Didepannya aku tak bisa berkutik, Diam tak bereaksi. Tapi tetap berpikir keras bagaimana cara menghindar darinya. Ia menatapku, tapi aneh, dari raut wajahnya ia nampak keheranan melihat tingkahku yang ketakutan. Aku tak berani membalas tatapannya. Inginnya aku mengakui kesalahanku dan memohon maaf. Siapa tahu cara ini akan membuat ia senang. Tapi mengingat masaalahnya, mungkin minta maaf saja tak cukup. Biarlah aku akan terima apapun yang akan ia lakukan kepadaku. Lagian disini tak ada siapa-siapa selain kami berdua. Jadi aku tidak terlalu malu meskipun ia menampar dan menghinaku sepuasnya.
”apa aku membuatmu takut ?”. Tanyanya. Aku masih diam tak menjawab. Mendengar itu aku semakin lega. Nampaknya ia tak dendam sedikitpun kepadaku. Ini sungguh ajaib. Bagaimana mungkin orang yang telah aku permalukan didepan ribuan orang, tak sedikitpun marah kepadaku.
Kuberanikan diri untuk menatap wajahnya. Aku berharap semuanya akan berakhir. Namun yang terjadi kemudian sungguh diluar dugaan. Ia tersenyum ramah kepadaku.
”tenang saja aku tak akan memaksa menciumu seperti yang kau lakukan kepadaku”. Katanya sedikit menggoda. Aku tercekat, apa aku tak salah dengar. Ini sungguh aneh. Bukannya marah-marah, malah sebaliknya ia menggodaku. Aku tertawa dalam hati tak habis pikir dengan kejadian ini. Mimpi apa aku semalam atau mungkin ini hari keberuntunganku. Aku semakin heran dengannya. Kutatap mata indahnya berharap menemukan sesuatu disitu. Aku merasakan sesuatu yang aneh. Jantungku berdetak kencang, tubuhku panas dingin. Apakah ia merasakan hal yang sama?, ucapku dalam hati.
Dan tiba-tiba pada detik itu juga jantungku berhenti, darahku membeku, saat ia menarik tanganku menyuruhku duduk disampingnya.
”oh ya namamu siapa ?”. Tanyanya santai. Disampingnya Aku masih tetap diam tak menjawab pertanyaanya.
”kenapa diam, kau marah kepadaku”. Kali ini ia nampak lebih bersahabat.
”tidak, aku tidak marah, Cuman heran saja, aku pikir kau yang akan marah kepadaku”. Kataku datar dan masih memandang wajahnya yang semakin cantik. Raut wajahnya mengesankan seolah ia telah melupakan kejadian itu. Aduh aku hampir lupa ia menanyakan namaku tadi.
”oh maaf namaku mohamad febri padiku. Tapi panggil saja dedi lebih gampang”. Lanjutku. Kali ini aku semakin tenang.
”aku iyen. Kenapa kau tidak bergabung dengan siswa lainnya”.
”aku takut mendapat musibah lagi seperti kemarin”. Jawabku sambil memandang jauh kelapangan sepak bola yang disinari matahari menjelang siang. Rumput liar yang ditiup angin membuat aku semakin damai. Ia bergoyang-goyang sangat indah seolah menatap heran dengan dua mahluk yang mencoba untuk saling mengenal. Mendengar ucapanku, Nampaknya ia terkejut, wajahnya mengernyit sambil memandangku serius.
”tunggu dulu, mengapa kau mengatakan itu musibah, apa seburuk itukah aku dimatamu ?”. Kali ini ia nampak sangat serius dengan ucapannya. Ia menatapku dengan penuh tanda tanya. Seakan tak percaya kalau aku mengatakan ia adalah musibah untukku.
”maksudku sejak kejadian itu aku pikir kau akan marah kepadaku, dan akan mencariku untuk menumpahkannya kepadaku. Itulah yang aku sebut musibah. Tapi setelah kita bertemu sekarang, ternyata aku telah berprasangka buruk kepadamu. Jujur saja tadi sebenarnya aku telah pasrah menerima dengan ikhlas apapun yang akan kau lakukan kepadaku, dan aku pikir ini adalah waktu yang tepat untuk menebus kesalahanku. Sumpah kemarin itu aku tak bermaksud menyakiti hatimu, atau mengambil kesempatan dalam kesempitan. Tapi aku juga tak tahu mengapa aku melakukan itu. Kejadian itu terjadi dengan sendirinya, bahkan aku baru sadar setelah melakukannya. Semalam aku tak bisa tidur memikirkan bagaimana cara meminta maaf kepadamu !”. Jawabku dengan panjang lebar. Ia semakin iba melihatku. Pandangan matanya mengesankan seolah aku adalah pria jantan yang berani mau mengakui kesalahan dan sangat jarang ditemukan. Aku tersenyum dalam hati.
Rupanya aku telah membuat ia terharu, ah mungkin saja sebentar lagi ia akan menangis dalam pelukanku. Ternyata aku tidak salah menggunakan cara ini, yaitu cara yang sering aku lihat di film-film barat dengan membuat masaalah serius terhadap seorang wanita dan setelah itu ia akan mengakuinya didepan wanita itu deangan wajah penuh penyesalan. Setelah itu ia akan meninggalkan wanita itu dalam keadaan terharu dengan mata berkaca-kaca.
Baiklah sekarang aku tinggal melaksanakan langkah terakhir yaitu meninggalkannya tanpa peduli sedikitpun. Setelah itu aku tinggal menyaksikan ia akan menangis menahanku pergi dengan mengatakan: dedi tolong jangan tinggalkan aku, kumohon. Ah... Sangat sempurna, elegan sekali.
”iyen maaf aku harus pergi untuk melakukan pekerjaanku”.ucapku sehalus mungkin mengesankan kalau aku sangat menyesal. Aku berdiri dan terus melangkah meninggalkannya berpura-pura tak peduli sedikitpun. Aku menunggu saat aku berdiri ia akan menahan tanganku dan mengucapkan dedi jangan pergi aku mohon. Alangkah indahnya dunia ini jika itu yang terjadi. Tapi kenyataanya tak sedikitpun ia menahanku. kurang ajar betul.
Kali ini aku salah membuat rencana. Aku marah kepada diriku sendiri. Seandainya tadi aku tak mengikuti cara-cara di film barat itu, mungkin sekarang aku masih berada didekatnya. Sungguh bodoh diriku ini. Beginilah akibat terlalu banyak menonton sinetron. Aku semakin jauh darinya tapi tak sedikitpun ia memintaku berhenti. Apa aku urungkan saja niatku untuk meninggalkanya. Tapi aku taru dimana mukaku nanti jika tiba-tiba tanpa sebab aku balik lagi kepadanya. Aku semakin bimbang dengan keputusanku.
Rupanya aku mendengar suara cekikan dan jelas itu adalah suaranya. Kenapa ia tertawa, tanyaku dalam hati. Apa ada yang lucu. Sebaiknya aku tanyakan saja kepadanya. Aku berhenti dan berbalik kepadanya. Kulihat ia semakin menahan tawa.
”kenapa tertawa ada yang lucu”. Tanyaku jengkel melihat sikapnya. Ia semakin tertawa lebar dan ini membuat aku heran.
”tidak aku Cuma ingin tahu saja , kalau kau benar-benar serius mau meninggalkanku”. Katanya tetap masih menahan tawanya. Aduh gawat rupanya ia tahu siasatku. Aku diam sesaat, memikirkan yang akan aku putuskan. Gadis ini tak mempan dengan tipu muslihatku. Aku jadi malu. Ia masih diam menunggu jawabanku.
”baiklah aku masih ingin bersamamu”. Jawabku sambil berjalan mendekatinya dan terus duduk disampingnya lagi. Aku tahu ia masih memandang wajahku dan ini membuat aku semakin salah tingkah.
Kuangkat wajahku melawan tatapannya dan pada saat itu kami langsung tertawa bersama-sama. Suara kami memecah keheningan di belakang sekolah yang tadinya sepi senyap. Aku bertnya padanya.
”mengapa kau begitu yakin kalau aku tak ingin meninggalkanmu ?”.
”dari wajahmu aku menangkap kau kurang sungguh-sungguh. Dan tadi itu sebenarnya aku ingin menahanmu. sebab aku tahu kau menginginkan itu. Tapi aku ingin melihat reaksimu. Ternyata aku benar”. Jelasnya kepadaku. Aku jadi semakin kagum kepada gadis cantik ini. Ia dengan mudah bisa membaca pikiranku.
”ternyata kau punya bakat untuk jadi peramal terkenal”. Mendengar itu iyen memicingkan matanya.
”apa, aku punya bakat jadi peramal, mengapa ?”.tanya iyen tak sabar.
”karna kau bisa membaca hati orang lain !”.jawabku. kali ini aku tak memandang wajahnya.
”iya....!! dan itu Cuma hatimu yang bisa kubaca !”.ungkapnya tegas. sambil menatap wajahku dalam-dalam. Kali ini aku merasakan ada sesuatu makna yang sulit kumengerti dalam kata-katanya. Sesuatu yang begitu dalam sehingga mampu membuat hatiku bergetar hebat. Aku menunduk tak mampu menatap sorot matanya. Sorot mata yang membuat pria manapun akan tertunduk tak berdaya. Aku tak yakin dengan perasaanku. Perasaan yang ingin selalu berada disamping wanita ini. Perasaan yang membuat aku berdoa agar terjadi gempa bumi yang dasyat, gedung-gedung hancur, pohon-pohon tumbang, semua orang ketakutan, iyen pingsan dan aku jadi pahlawan penolongnya.
Apkah ini yang dinamakan cinta?. Dan apakah ia juga merasakannya?. Ini tidak mungkin, tidak mungkin gadis secantik dia mau denganku. Aku mulai dihinggapi perasaan minder. Perasaan kurang percaya diri yang sejak lama hidup didalam diriku. Dan memang wajar saja siapa pun dalam posisiku, pasti akan merasakan hal yang sama yaitu pria miskin melarat, yang hidup sendiri, jauh dari orang tua dan harus mencari uang sendiri sejak kelas tiga sekolah dasar. Tak ada memang yang dapat dibanggakan. Aku semakin sedih mengingat itu semua.
”hei mengapa kau jadi sedih, apa kata-kataku menyinggung perasaanmu”. Pertanyaanya menyadarkan lamunanku.
”ah tidak sama sekali, aku Cuma sedih mengingat hidupku”. Kataku sedikit ragu. Kulihat wajahnya seakan ingin sekali mengetahui apa yang sedang aku pikirkan. melihatnya begitu aku tak tega juga.
”sungguh aku tidak apa-apa, kau tak usah jadi sedih seperti itu”. Ucapku dengan tersenyum. Ia tersenyum juga melihat aku tersenyum.
”dedi apakah kau tak keberatan menceritakan kisah hidupmu”. Aku tak percaya ia akan sangat tertarik ingin mengetahui kehidupanku. Dan mengapa juga ia ingin tahu tentang aku.
”apa itu penting untukmu”. Tanyaku. Kulihat ia menarik nafas sangat dalam.
”salahkah aku ingin mengenalmu lebih jauh”.ungkapnya balik bertanya kepadaku.
”bukan. Bukan itu maksudku, aku takut setelah kau mengetahui keadaanku, kau akan menjauh dariku”. Lirihku sambil memalingkan wajah kehamparan rumput hijau yang terbentang didepanku.
”mengapa kau berpikir begitu, apa kau tidak mempercayaiku, memang wajar saja kau berpikir begitu, karena kita belum terlalu dekat, lagian kita baru saling kenal. Tapi selama kita tidak mencoba untuk saling dekat sampai kapanpun kita akan saling menjauh”. Kata-katanya membuat hatiku bergetar. Selama ini aku belum pernah mendengar kata-kata sehebat itu. Aku mencoba menatap wajahnya dalam-dalam. Aku ingin mencari kebenaran ucapannya tadi.
Betul juga kata-katanya, selama kita tak mencoba untuk saling dekat, sampai kapanpun kita tak kan pernah menjadi dekat. Dan ini yang barusan ia lakukan kepadaku dengan tetap menahanku disini yang tadinya kuanggap hanya ingin mempermainkanku. Kini aku tak punya alasan untuk tidak menceritakan semuanya kepadanya. Sebenarnya sejak dulu aku tak ingin mengingat masalaluku ini. Aku telah menguburnya dalam-dalam. Namun kini aku terpaksa menggalinya kembali.
”baiklah aku akan menceritakannya semuanya hanya untukmu”. Mendengar kalimat itu ia sedikit mengernyitkan wajahnya.
”hanya untukku”. Tanyanya. Menanti kalanjutan kalimatku. Ia masih memicingkan matanya membuat matanya yang sipit menjadi dua garis yang sangat indah.
”ia hanya untukmu, karena kau ingin sekali mendengarnya. Dan lagi pula selain kita berdua tidak ada siapa-siapa disini”. Kali ini jawabanku tak membuat ia puas. Itu kulihat dari mimik mukanya yang berharap aku akan mengatakan yang lebih dari itu. Aku menikmati melihat wajahnya yang semakin cantik penuh tanda tanya.
Aku mulai menceritakan perjalanan hidupku sejak kecil. Ia mendengarkan tanpa memotong kata-kataku, nampaknya ia adalah tipe pendengar yang setia. Aku membeberkan tentang ayahku yang pergi bersama istri ke empatnya meninggalkan ibuku. Aku yang saat itu masih kelas tiga sekolah dasar dan kedua adik perempuanku yang masih kecil-kecil tentu saja takmengerti masaalahnya. Tapi yang aku tahu ibuku sangat terpukul waktu itu. Aku sering melihat ibuku menangis saat kami semua tertidur pulas. Dan pada saat itu pula tak terasa mataku telah basah oleh air mata yang terus mengalir tak terbendung.
Sejak kepergian ayahku ibuku yang menjadi kepala rumah tangga sekaligus ibu dari tiga anaknya. Ia terus berjuang menghidupi kami dengan menjual kue yang nanti akan aku titip kewarung-warung. Sedangkan aku setelah pulang sekolah bekerja sebagai kendektur mobil pamanku. Beruntung pamanku yang masih adik kandung bapakku sayang kepadaku. Ia mempunyai dua mobil angkot yang dipercayakan kepada paman-pamanku yang lain.
Belum hilang rasa sedih atas kepergian ayahku, beberapa bulan kemudian ibuku pergi dengan membawa kedua adikku. Aku tak tahu kenapa ia pergi meninggalkan aku dan aku juga tak sempat bertanya saat melihat ia berjalan sambil menggendong dela adikku yang terakhir, dan berjalan disampingnya debi adikku yang kedua. Saat itu aku tak bisa berbuat apa-apa selain hanya bisa berdiri di ambang pintu dengan air mata yang terus mengalir melihat kepergian mereka. Ibuku terus berjalan meninggalkanku yang masih berdiri di ambang pintu, tanpa sekalipun menoleh kebelakang, aku berharap sekali ia akan menoleh kebelakang walau hanya untuk terakhir kalinya melihatku, aku ingin melihat wajahnya untuk terakhir kalinya, namun itu tak terjadi. Aku tahu ia pasti tak ingin aku melihatnya menangis, dan ia juga tak kan sanggup melihatku. aku Sempat melihat debi berpaling kepadaku dan terus menangis memanggil namaku. Sedangkan dela adiku yang terakhir masih terlalu kecil untuk mengerti tentang perpisahan ini.
Aku terus memandang mereka yang semakin menjauh menyusuri lorong yang menuju jalan utama. Aku merasakan sedih yang amat dalam, aku tak bisa berbuat apa-apa selain hanya berteriak memohon dalam hati agar ibuku dan kedua adikku tak pergi meninggalkan aku. Kejadian itu sangat tak adil untuk anak yang berumur sembilan tahun sepertiku. Aku terus memandang mereka sampai hilang diujung lorong. Kini tinggalah aku sendiri yang tak tahu harus berbuat apa.
Bertahun-tahun aku menjalani hidup tampa kedua orang tua dan kedua saudaraku. Kadang aku bertanya-tanya dalam hati tentang keadaan mereka. Apakah mereka berkumpul bersama-sama atau telah berpisah dan menjalani hidup sendiri-sendiri. Aku pernah berjanji pada diriku sendiri suatu saat aku akan mencari mereka. Aku pernah mendengar ibuku waktu itu pergi menyusul ayahku ke palu. Tapi berita itu tak bisa dijamin seratus persen benar. Karna kabar itu muncul dari ibu-ibu yang suka bergosip dalam arisan, atau sedang berkumpul bersama seperti kebiasaan tetangga-tetangga disekitar rumahku.
Disampingku iyen duduk dengan mata berkaca-kaca. Ia sedih mendengar ceritaku. Rupanya selain cantik ia juga berhati lembut dan sangat sesitif. Aku menarik nafas dalam-dalam mencoba keluar dari siksaan kepedihan masalaluku. Aku tak ingin mengingat itu lagi. Karena masa lalu itu seakan merampas seluruh kebahagian yang tersisa dalam hidupku. Aku memandang iyen yang semakin terisak-isak. Aku merasa bersalah telah membuat ia sedih.
”iyen, maafkan aku jika telah membuatmu sedih”. Ungkapku lirih. Aku tak sampai hati melihatnya menagis. Ia berusaha menahan tangisnya.
”aku tidak apa-apa, aku tak menyangka kau bisa setegar itu, aku kagum dengan kepribadianmu”. Katanya seakan ia merasakan penderitaanku. Aku terharu mendengarnya, aku ingin sekali memeluknya dan mencium keningnya. Tapi aku tahu siapa diriku, aku tak pantas untuk gadis sebaik dan secantik dia.
”dedi sekarang waktu makan siang, aku ingin mentraktirmu makan hari ini”. Tawarnya kepadaku. Aku baru sadar rupanya ini sudah tengah hari. Memang kalau bersama wanita cantik waktu terasa sangat singkat.
”sebenarnya aku ingin makan bersamamu, tapi aku harus keterminal menggantikan pamanku jadi sopir angkot, semakin cepat aku menggantinya semakin banyak peluangku mendapatkan uang”. Kulihat ia agak sedikit kecewa, tapi mau bagaimana lagi aku memang harus capa-cepat mencari uang untuk melunasi sisa pendaftaran sekolah ini.
Kami berpisah didepan kantin, aku berjalan meninggalkan dia yang masih berdiri melihatku, ia terus memandangku seperti ini adalah pertemuan terakhir dengannya. Aku tahu ia masih memandangku, aku ingin menoleh kebelakang untuk melihatnya, tapi aku malu. Setelah kupikir-pikir ia saja tidak malu saat memandangku pergi kenapa aku harus malu.
Kuhentikan langkahku untuk berpaling kebelakang, kulihat ia tersenyum dan melambaikan tangannya. Aku terdiam berdiri menyaksikan lambaian tangannya. Aku tak sanggup membalasnya. aku terus berpikir bagaimana mungkin gadis yang seharusnya marah kepadaku malah melakukan yang sebaliknya. Aku terus berjalan dengan tersenyum dalam hati. langkahku terasa ringan. Aku larut dalam kebahagiaan yang luar biasa.
OOO
bersambung
super