naskah mengejar mimpi bab: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Aku dan suanda semakin khawatir dengan keadaan kawan kami iwan. Sejak perkenalannya dengan pak ustad arifin rahim yaitu tetangga baru didepan rumahku. Ia jadi tak karuan. Bapak arifin rahim sering dipanggil Pak ustad saja. Ia bekerja sebagai penasehat spiritual di lembaga pemasarakatan gorontalo daerahku. Dan pernah kukatakan kepadamu kawan bahwa iwan tergila-gila dengan ilmu kebatinan, maka setiap malamnya ia semakin jarang berkumpul dengan kami. Ia lebih suka berada dirumah pak ustad sampai larut malam. Tak salah lagi ia pasti sedang berguru mati-matian dengan ustad itu.
Jika iwan sedang berada dengan kami, ia selalu membicarakan tentang kehebatan ustad itu. Setiap jam, setiap hari, berminggu-minggu itu terus yang ia ceritakan. Tak ada yang lain lagi di kepalanya selain pak ustad. Aku dan suanda semakin penasaran dengan ustad itu. Kami ingin sekali bertemu dengannya.
Setelah shalat isah biasanya pak ustad akan duduk diterasnya. Dan yang paling setia menemaninya tak lain lagi adalah iwan. Hubungan mereka setiap hari semakin dekat. Tentu saja iwan sangat bangga dengan kedekatannya kepada orang yang dianggapnya sakti mandra guna itu. Iwan sangat hormat sekali dengan ustad itu. Dan bukan hanya iwan saja, seluruh orang dikampung kami juga sangat menghormati sang ustad. Karena orang-orang dikampung kami sangat menghormati aparat keamanan. Apalagi pak ustad adalah polisi lembaga yang setiap harinya selalu berhadapan dengan narapidana yang selalu keluar masuk penjara akibat kasus pembunuhan.
Pak ustad sering mengisahkan pengalamannya dulu waktu ia bertugas sering menangkap para penbunuh yang melarikan diri. Mendengar itu aku bisa membayangkan resiko berhadapan dengan pembunuh. Pasti tugas itu sangatlah berat. Menangkap maling ayam saja aku tak berani. Pantas saja pak ustad sangat dihormati para masarakat. Mungkin saja ia memiliki ilmu, karena jika ia tak memiliki ilmu sedikitpun pasti dengan mudah saja akan dilumpuhkan oleh para pembunuh itu. Ada sedikit rasa kagum kami dengan ustad ini. Aku dan suanda semakin ingin bertemu dengannya.
Setelah shalat isha aku dan suanda bertandang kerumahnya. Kami melihat iwan sudah bersama dengan pak ustad diteras rumahnya.
”assalam alaikum pak ustad”. Ucapku dengan sangat ramah. Mengalihkan perhatian keduannya.
”waalaikumsalam warahmatulahi wabarakatu”. Balas pak ustad dengan sangat bersemangat. Pak ustad langsung berdiri menyediakan kursi menyuruh kami duduk. Beliau sangat menghormati tamunya. Kami sangat terkesan dengan kerendahan hati beliau. Meskipun kami bukan siapa-siapa, ia tetap menghargai kami. Sangat jarang ditemukan orang seperti beliau. Tak sedikitpun tersirat kesombongan dari wajahnya dan dari setiap tutur kata dan tingkah lakunya. Tapi sebaliknya anak udik yang duduk disampingnya yang tak lain adalah iwan, sombongnya minta ampun. Sejak pertama kami datang iwan bersungut-sungut cengar-cengir seperti kingkong mengajak kawin, ia sangat ingin sekali kami juga menjabat tangannya, seperti yang kami lakukan kepada pak ustad tadi. Ia semakin jengkel ketika tak sedikitpun kami acuhkan.
Pak ustad meninggalkan kami sebentar kedalam. Tak lama kemudian beliau membawa dua gelas minuman. Kami sangat tak enak hati diperlakukan dengan sangat baik begitu.
”aduh pak ustad, jadi membuat pak ustad repot”. Kataku. Kulihat iwan sepertinya ingin sekali menimpali perkataanku tadi. Tapi tak sedikitpun kami perdulikan.
”ah tidak-apa-apa, hanya sedikit rejeki dari allah”. Kata pak ustad seakan ini tidaklah merepotkan.
Berawal dari minuman meluncurlah kata-kata bijak dari pak ustad yang menjelaskan tentang rejeki yang diberikan tuhan. Pak ustad menjelaskan tentang bagaimana kita mensyukuri nikmat yang diberikan tuhan kepada kita. Kami sangat terpesona dengan penjelasan pak ustad. Beliau menjelaskan dengan sangat bijaksana. Kami sangat menikmati setiap tutur kata yang membuat kami tak berpaling sedikitpun
”jika kita bisa mensyukuri nikmat tuhan dengan sebenar-benar rasa syukur. Maka kita akan selalu merasakan ketenteraman jiwa. Coba pikirkan sebenarnya nikmat kesehatan yang diberikan tuhan kepada kita sangatlah besar. Tapi sebahagian orang tak menyadarinya. Seandainya tuhan menghilangkan penglihatan kita, biar Cuma seminggu apa yang akan kalian lakukan. Apalah arti kekayaan yang melimpah ruah, istri yang cantik, rumah yang mewah, mobil yang banyak jika kita tak bisa melihatnya atau menikmatinya. Jangankan itu kedua kaki kita saja sangat jarang kita syukuri, padahal sangatlah banyak orang didunia yang telah kehilangan kedua kakinya. Sedangkan kita yang masih bisa berjalan kemanapun yang kita inginkan, tak sedikitpun merasa bersyukur.
”Banyak orang-orang yang hidupnya berkecukupan masih selalu merasa kurang. Padahal ia mempunyai semuanya. Tapi tetap saja didalam hatinya merasa miskin. Ia selalu merasa was-was tidak tenang karena takut akan kehilangan hartanya. Setiap malamnya ia sulit tidur karena dihantui oleh kecemasan-kecemasan yang tak beralasan. Ia akan semakin ketakutan jika jangan-jangan nanti akan ada orang yang akan berusaha menggulingkan jabatannya.
Maka berawal dari sifat kufur nikmat orang seperti itu akan terjerumus kedalam hal-hal negatif. Ia akan selalu berpikiran negatif yang membawa dia mendatangkan bermacam-macam penyakit pikiran. Ia akan melihat segala apapun didunia ini dari sisi yang negatif. meskipun didepannya terbentang pemandangan yang sangat indah, ia akan mengatakan, ini sangatlah buruk. Pikiranya akan menarik dalih-dalih yang akan membuktikan kepada dirinya bahwa hari ini sangatlah buruk. Ia akan menjadi orang yang sangat pesimis.
Dan orang pesimis akan selalu memandang peluang apapun dengan kegagalan, pikirannya akan semakin membuktikan hal-hal yang akan membawa dia membenarkan setiap resiko kegagalan, maka orang seperti ini tidak akan pernah mengambil satupun peluang besar yang bagi orang lain merupakan peluang yang sangat baik. Orang seperti ini akan melihat dirinya serba kekurangan, ia akan melihat dirinya semakin terpuruk tidak akan mampu untuk mengerjakan hal-hal yang besar. Dan karena dalam pikirannya ia merasa kecil, maka orang-orang disekitarnya akan melihat hal yang sama pula.
Coba kalian sedikit saja melihat seorang pengemis, pengemis itu melihat dirinya rendah, hina, maka untuk berjalan saja ia akan terseok-seok karena pikirannya akan selalu mengatakan inilah saya orang yang tidak mampu untuk berbuat banyak. Tapi sebaliknya bila kita melihat orang yang selalu mensyukuri apapun yang diberikan tuhan kepadanya. Meskipun ia tak memiliki kemampuan yang dimiliki orang lain, tapi ia akan selalu mengatakan kepada orang bahwa ia akan selalu berusaha. Orang ini memiliki semangat dan kepercayaan diri yang kuat yang akan membuat dirinya akan selalu total dan bersungguh-sungguh melakukan hal apapun. Karena orang ini percaya akan kemampuannya maka orang lain pun akan menaruh kepercyaan kepadanya. Kesungguhan dan keyakinan akan sesuatu pasti bisa dilakukan akan mendorong minat dan hasrat kita untuk melakukannya. Dan apa bila kita begitu berhasrat maka dengan sendirinya kita akan menemukan cara untuk menyelesaikannya.
”Ini pernah terjadi dalam pengalaman saya, ketika itu saya sedang memberikan materi bimbingan kepada ratusan narapidana. Sebenarnya saya menolak tugas ini, tapi karena pak kepala lembaga turut menyaksikannya maka tak ada pilihan lain saya harus melakukannya meskipun saya belum siap akan hal ini. Saya merasa sangat gugup waktu itu. Selain gugup saya juga kurang berminat dengan apa yang saya bicarakan sehingga kelihatan kurang bersemangat. Namun tetap juga saya paksakan memberi bimbingan.
”Diawal kalimat saya mulai mengutuki diri saya sendiri, karena merasa tidak mampu melaksanakan tugas itu. Sepanjang memberi bimbingan saya terus mengeluh dalam hati. Karena tak seorang pun yang memperhatikan saya berbicara. Para nara pidana seenak hatinya menguap. Bahkan ada yang sampai tertidur. Sedangkan para polisi lembaga lainnya sedang asik dengan topik pembicaraan masing-masing.
”Setelah kajadian itu saya merenung sendiri tentang sikap orang-orang tadi. Saya menemukan kesimpulan jawabannya bahwa mereka tidak tertarik dengan apa yang saya bicarakan, karena saya sendiri tidak berminat dengan apa yang saya sampaikan. Setelah mengetahui itu saya berusaha bersungguh-sungguh untuk menaruh minat dengan setiap apa yang saya bicarakan. Atau lebih tepatnya saya sangat berhasrat sekali untuk berbicara.
”Kemudian pada kesempatan lain, pak kepala tetap menyuruh saya untuk mamberikan bimbingan kepada narapidana itu lagi. Baru saja mendengar nama saya disebutkan lewat pengeras suara, sebagian narapidana memperlihatkan raut wajah tak mengenakan. Namun saya amat yakin bahwa setelah mendengar saya berbicara nanti, pasti mereka akan berebutan menjabat tangan saya. Ternyata keyakinan dan kepercayaan itulah yang membuat semangat saya berada pada puncaknya. Maka saya pun memberi ceramah dengan sangat bersemangat. Saya merasa yakin bahwa mereka akan menyukai ceramah ini. Saya pun dengan sendirinya menemukan teknik dan cara menyampaikan ceramah yang paling baik. Dan beberapa menit kemudian mereka sangat antusias mendengar ceramah saya yang meledak-ledak. Bahkan saya tak menyagka mereka akan berebutan bertanya pada saat saya memberikan kesempatan”.
Tak terasa waktu semakin larut, kami terkesan dengan penjelasan pak ustad. Beliau menjelaskan dengan sangat mendetail. Tak sedikitpun kami bertiga memotong penjelasannya. Jangankan kami, para narapidana saja jika mendengar pak ustad memberi nasehat, akan terdiam menyimak dengan seksama. Baru kali ini aku mendengar penjelasan panjang lebar hanya dengan satu topik saja yaitu bersyukur, Tapi bisa sampai melebar keaspek-aspek penting lainnya. Ternyata rasa syukur dapat mengandung makna yang begitu luas jika dijelaskan oleh orang seperti pak ustad.
Setelah pertemuan kami malam itu, kami semakin ingin bertemu lagi dengan pak ustad. Tak jarang setiap ada kesempatan kami memanfaatkan untuk mendapatkan nasehat darinya. Bukan cuma kami saja, para warga desa pun sering bergantian datang. Dan pada suatu malam di antara puluhan warga yang memenuhi rumahnya. Datanglah salah satu suhu ahli ilmu kebatinan yang masih temannya pak ustad. Sebenarnya suhu itu hanya sekedar datang untuk acara sukuran anak kedua pak ustad yang baru lahir. Tapi sejak seluruh warga mendengar suhu itu berbicara tentang ilmu kebal terhadap segala macam benda tajam bahkan peluru pun tak mempan – maka suhu itu sering mendapat undangan oleh warga.
Dan kini kedatangan beliau sudah seperti menjadi kewajiban. Sebernanya pak ustad sangat tak enak hati dengan kegiatan mereka. Karena pembicaraan mereka sudah melenceng jauh dari tuntutan agama. Bahkan sang suhu itu sering mengambil pemberian warga seperti gula pasir, rokok, bahkan ada yang memberikan amplop yang pasti berisi uang.
Kini kegiatan rutin mereka setiap malam jumat berubah menjadi transaksi jual beli ilmu. Orang yang paling banyak upetinya akan mendapatkan perlakuan tersendiri dari sang suhu. Dan tentu saja salah satunya yang paling banyak upetinya tak lain adalah kawanku sendiri iwan. Karena keinginannya akan ilmu telah membuat hatinya buta. Ia tak sadar lagi kalau ajaran itu sangat bertentangan dengan ajaran agama.
Bayangkan saja suhu itu mengatakan sebenarnya kalau orang yang sudah berilmu tinggi seperti dirinya, jika mengerjakan shalat hanya dengan mengedipkan mata telah menunaikan shalat. Aku semakin khawatir dengan temanku ini. Ia tak ubahnya sama dengan warga lainya yang dengan mudah saja ditipu oleh suhu itu. Dan jika aku menasehatinya ia akan mati-matian membela suhunya. Bahkan pernah ia marah karna aku tak mempercayai ceritanya. Iwan mengatakan kalau suhunya itu jika tiba waktu magrib sering menghilang untuk melaksanakan shalat magrib di mekah. Dan akan kembali setelah shalat selesai.
”tahukah kau kawan, suhu itu sering bolak-balik mekah hanya untuk shalat magrib disana”. Kata iwan dengan wajah berseri-seri penuh kebanggaan. Ia nampak sangat kegirangan menceritakannya.
”dan pasti ilmu itu tak lama lagi akan turun kepadaku. Tahukah kau kawan kenapa?. Karna aku adalah murid kesayangannya”. Lanjutnya lagi. Aku semakin jengkel melihat wajahnya. Ia nampak semakin kehilangan akal sehatnya. Maka dengan sangat kesal menahan jengkel. aku membantahnya.
”iwan sahabatku, mari kujelaskan sedikit kepadamu agar otakmu tidak menjadi gila, sebenarnya itu hanya bualannya suhu itu, karena mana mungkin waktu magrib di indonesia sama dengan waktu magrib di mekah. Jika di sini jam enam sore berarti dimekah kurang lebih jam dua belas malam”. Jelasku menahan emosi.
Iwan merasa tersinggung dengan penjelasanku itu, ia tak tega membiarkan sang suhu itu dikatakan pembual maka meledaklah amarahnya.
”percuma aku bicara dengan orang sepertimu, kau tidak mengerti kalau ilmu gaib itu memang tak terbatas dengan waktu”. Katanya dengan nada marah. Nafasnya cepat dadanya turun naik. Lalu ia pergi meninggalkanku begitu saja.
Aku tak menyangka iwan akan marah seperti itu, tapi aku memang harus menyelamatkannya, tak mungkin aku membiarkan sahabatku itu terjerumus. Maka aku merundingkan masaalah ini dengan suanda. Namun suanda kelihatannya tak lama lagi akan seperti iwan, ia diam-diam mempercayai suhu itu. Tak ada pilihan lain aku harus menghentikan sendiri kegiatan itu. Tapi aku belum tahu bagaimana caranya.
Aku mendatangi pak ustad setelah shalat subuh. Ia terkejut melihat aku datang sepagi itu. Aku menjelaskan maksudku ingin menghentikan penipuan suhu itu. Mendengar itu pak ustad sangat senang, bahkan ia akan mendukungku.
”pak ustad, yang saya khawatirkan jangan-jangan suhu itu memang berilmu, dan ketika saya melawannya ia akan menyerang saya dengan ilmu sesatnya itu”. Mendengarku pak ustad tersenyum.
”meskipun suhu itu berilmu, pastilah ilmu itu yang datangnya dari iblis, maka janganlah kau meragukan kekuasaan allah, lawanlah aku akan mendukungmu”. Kata-kata pak ustad semakin menguatkan hatiku. Aku semakin bulat dengan keputusanku. Aku harus menghentikan perguruan sesat itu.
dedi padiku | foto | video | blog mengejar mimpi | blog facebook | profil facebook | facegor.
0 komentar :
Posting Komentar