naskah mengejar mimpi bab: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Aku ingat waktu kelas satu dulu, waktu aku pertama kalinya masuk smk 3 gorontalo, aku lebih memilih berada di belakang sekolah, daripada harus dipolonco kakak-kakak kelas yang tak punya perasaan, mengerjain para murid-murid baru, dengan menyuruh kami menulis nama kami masing-masing dengan pantat didepan seluruh siswa, sehingga saat menulis, pantat kami meliuk-liuk mengalahkan goyang India, dan biasanya pada saat itu semua siswa tertawa terpingkal-pinkal. Sampai ada yang terguling-guling ditanah, sambil keluar air matanya akibat tertawa. Dan parahnya lagi, namaku yang paling panjang, jadi aku yang paling lama meliuk-liukkan pantat di depan seribu enam ratus lebih siswa, yang sontak riuh rendah melihat aku yang dengan malu-malu mengoyang-goyang kan pantat. Rupanya sikap yang malu-malu itulah, yang membuat ketua osis lebih suka mengerjaiku daripada siswa lain. Benar-benar sial waktu itu,
bukan hanya menulis nama dengan pantat, tapi aku juga harus mencari satu orang wanita diantara ribuan siswa siswi yang berbaris, untuk menariknya kedepan dan berusaha mengucapkan cinta seromantis mungkin. Dan jangan kalian kira gampang saja mendapatkan wanita yang mau diajak kedepan. Selain mereka tak mau jadi bahan tertawaan, jumlah wanita juga sangat sedikit yaitu tak sampai seratus orang dari jumlah total seribu enam ratus lebih.
Itu karna sekolah ini lebih banyak menyediakan jurusan laki-laki dibanding wanita. seperti jurusan mesin otomotif, mesin produksi, bangunan batu, bangunan kayu, elektronika listrik, elektonika service. jurusan Surpei dan arsitek yang masih mendingan untuk wanita dibanding jurusan lainnya
Aku makin jengkel tak kunjung mendapatkan seorangpun wanita, dalam kerumunan ribuan manusia yang menertawakan aku. Satu persatu mereka melarikan diri saat aku mau menarik mereka kedepan. Suara ketua osis semakin menerorku.
“pokoknya kamu harus bisa mendapatkan satu orang wanita, terserah bagaimana caramu”. teriak ketua osis lewat mikrofon. Mendengar itu inginnya aku mengambil mikrofon itu dan memukul kepalanya.
Aku semakin liar mengejar wanita yang berteriak-teriak keras, menimpali suara ketawa ribuan orang yang semakin menikmati acara masa oriontasi siswa baru ini.
Aku menorobos barisan masuk ketengah, berharap akan ada wanita yang mau menolongku. Namun tak ada seorangpun yang rela, maka dalam kekesalanku aku menghampiri ketua osis, dan langsung mengambil mikrofonnya. Ia terdiam memandangku, namun masih saja menahan tawa. dengan sangat diplomatis aku naik keatas podium tempat pemimpin upacara berdiri pada saat upacara hari senin.
Aku berteriak keras lewat mikrofon.
“siapa pun dari kalian perempuan yang mau menolongku hari ini, aku akan melakukan apa pun untuk kalian, selama tiga tahun aku bersekolah disini”.semua terdiam, seolah memberi aku kesempatan untuk berpidato. Aku tegang menunggu sang penyelamat yang akan menolongku hari ini. Namun tak ada satupun wanita yang maju. Aku tak punya pilihan lain selain memaksa mereka.
“baiklah aku beri kesempatan dalam hitungan ke lima, jika tidak ada yang akan maju, jangan salahkan aku jika menyeret kalian kedepan, meskipun kalian tak mau sama sekali”. Setelah mengucapkan itu, aku berharap ketua osis akan membatalkan permainan gila ini. Atau setidaknya akan menggantinya dengan permainan yang lain. Tapi bukannya bersimpati kepadaku, ia malah semakin tertawa lebar. Wajahnya menunjukan inilah acara yang ia inginkan, semakin seru saja.
Penonton semakin antusias. Meraka menghitung
“satu”. Suara ribuan orang menggema terpantul-pantul diantara gedung-gedung kelas, dan bengkel-bengkel masing-masing jurusan.
“dua”. Tak ada seorang pun yang maju, malah kulihat beberapa orang wanita berlari bersembunyi dibelakang barisan.
“tiga”. Aku semakin putus asa.
“empat”. Para guru yang berada di dalam ruangan menghambur keluar tak tahan ingin menyaksikan kekonyolan yang akan aku lakukan.
“lima”. Semua diam tegang menunggu apa yang akan aku lakukan.
“baiklah aku tak ada pilihan lain, dan rupanya kalian lebih suka di seret kedepan”. Kuletakan mikfropon diatas podium, aku berlari menuju beberapa wanita yang sedang berteduh dibawah pohon. Melihatku, suara penonton bergemuruh riuh rendah menyemangatiku, ratusan penonton meninggalkan barisan, mengikutiku dari belakang, mereka berteriak-teriak seperti monyet memperebutkan pisang.
“ayo….tangkap dia yang paling cantik, disana dibawah pohon”. Suara mikrofon telah berubah, rupanya seorang guru laki-laki telah mengambil alih, aku terhenti berharap guru itu akan menghentikan acara ini. Tapi malah sebaliknya ia lebih bersemangat mendukungku,
“ya….ayo…tangkap, kamu bisa”. Aku semakin jenkel melihat wajah guru itu, ia semakin bernapsu mendukungku. Kupalingkan wajahku, kulihat beberapa wanita berhamburan keberbagai arah. Namun anehnya salah satu dari wanita itu tak sedikitpun bergerak, atau setidaknya menghindar dariku. Melihat itu Aku semakin berlari kencang mendekatinya. Teman wanitanya berteriak-teriak menyuruhnya lari.
“iyen…lari, cepat lari. Ia akan menangkapmu”. Oh rupanya nama wanita ini iyen.
Suasana semakin tegang, teriakan ribuan penonton menggelegak, gegap gempita saling memberi dukungan. Wanita cantik ini masih mematung didepanku. Tampa membuang waktu dan kesempatan aku langsung menyeretnya kedepan. Anehnya ia tak melawan sama sekali saat aku menarik dengan kasar tangannya. Saat melewati selasar yang dipenuhi pot-pot bunga, ia terjatuh sebab aku terlalu cepat menarik tanganya. Namun tak sedikitpun aku iba melihatnya. Aku sudah terlanjur kesal dengan pandangan orang-orang yang menikmati kekesalanku ini. Maka serta merta aku langsung menggendongnya. Ia masih tetap diam membatu tak bersuara sedikitpun.
Melihat adegan ini ribuan penonton sontak berteriak histeris.
“tomingse cium dia“. Aku tercekat penuh tanda Tanya. Aku heran mengapa mereka memanggilku tomingse.mungkin karena adegan ini seperti di film-film kebanyakan yaitu: sang pangeran yang gagah berani menggendong putri cantik yang telah pasrah meskipun ia tahu sang pangeran akan menculiknya.
Masih dalam suasana yang histeria, terdengar suara ratusan wanita berteriak-teriak mendukung iyen. Tapi anehnya kali ini mereka mengganti namanya.
“sancai tarik rambutnya.”. Aku baru mengerti. Rupanya tadi mereka memanggilku tomingse, karna wanita cantik berkulit putih mulus ini, tak bedanya seperti sancai pemeran wanita dalam filem meteor garden yang terkenal itu.
Kupalingkan wajahku melirik sancai yang masih dalam pelukanku ini. Dan pada detik itu pula jantungku berdetak kencang. Kepalanya yang tersandar di lengan kiriku begitu dekat dengan wajahku. Ia sedikitpun tak memalingkan wajahnya. Kami terus berpandangan seolah mata kami yang berbicara.
Mungkin aku tak kan pernah melupakan hal ini. Setelah sampai didepan penonton, aku tak sempat berpikir untuk menurunkannya. Aku masih tersihir oleh padangannya. Matanya begitu indah, wajahnya yang ayu membuat aku tak bisa berpikir, darahku membeku, tak lagi bisa mendengarkan suara yang sejak tadi membahana, berteriak-teriak histeris. Kulihat ada yang saling dorong, melonjak-lonjak berebutan kedepan, penasaran ingin melihat apa yang akan dilakukan tomingse dan sancai.
Aku merasa tubuhku tak lagi berada disini, sebelumnya tak pernah kualami hal yang semacam ini, yang membuat seluruh darahku membeku. Berada didekat wanita sumlohai seperti iyen, adalah impian setiap pria sepertiku.
Kupalingkan wajahku untuk melihat ribuan penonton yang telah mengelilingiku, mereka tak lagi berbaris teratur. Ketua osis selaku panitia acara ini, tak peduli lagi dengan kekacauan ini.ia malah semakin berantusias mendukungku. Aku tahu disampingku ia berteriak-teriak histeris, tapi aku tak peduli. Aku terbius oleh kecantikan sang putri yang masih berada dalam pelukanku. Hari ini adalah hari yang paling berkesan dalam sejarah hidupku.
Dengan hati-hati kuturunkan sang putri dari pelukanku. Tanpa harus di suruh lagi aku langsung berlutut didepannya, berusaha seromantis munkin, dengan senyum terbaikku, kupegang jarinya, kutatap wajahnya sambil mengucapkan kata yang tak pernah aku latih sebelumnya.
“bersediakah tuan putri menerima cinta hamba”. ungkapku Dengan tatapan sahdu. Ia tak menjawabku, ia masih diam, dan membiarkan aku menggenggam erat tangannya. Ketua osis pasti berteriak-teriak disampingku. Tapi aku tak lagi mendengarnya. Semua kejadian berjalan dengan sendirinya tanpa mengikuti alur cerita yang telah diatur oleh panitia.
Di depanku iyen masih diam dan terus memandangku. Jantungku berhenti berdetak bersama aliran darahku.aku gugup dilanda perasaan yang tak pernah aku rasakan. aku tahu, ia juga merasakan hal yang sama. Apakah ini yang dinamakan jatuh cinta.sungguh indah hari ini. Aku tak memperdulikan orang-orang disekelilingku. Yang aku tahu, kami berdua sama-sama dihinggapi perasaan indah tak terperi.
Aku disergap perasaan hening, disampingku, ketua osis berteriak-teriak dengan mikrofonnya, sangat dekat sekali dengan telingaku, tapi anehnya, aku tak mendengar sama sekali, semua orang disekelilingku, terlihat bagaikan tayangan lambat dengan mulut komat kamit bergerak mengucapkan sesuatu yang aku tak tahu apa artinya.
Mungkin mereka menyuruhku mencium sang putri. Maka dengan sendirinya badanku bergerak memeluk erat sang putri dan langsung mencium keningnya. Aku tak sadar dengan apa yang aku lakukan. Dan pada detik itu indraku telah pulih. Dengan seketika disekelilingku menjadi ramai hingar bingar oleh suara tawa yang meledak-ledak. Aku malu dengan apa yang barusan aku lakukan. Terdiam seperti orang yang bingung terjaga dari mimpi panjang yang indah.
Menyadari semuanya, aku langsung berlari meninggalkan iyen yang masih berdiri mematung. Aku terus berlari menjauhi tempat keramaian itu. Aku masih tak percaya dengan apa yang terjadi. Namun aku tersenyum penuh arti.
Tersengal-sengal aku sampai dibelakang sekolah, duduk memandang jauh kelapangan sepak bola yang sunyi senyap. Aku masih memikirkan kejadian itu. Betapa aku telah membuat malu wanita itu. Jangan-jangan ia tak kan pernah memaafkanku. Atau ia malah senang dengan sikapku yang jantan. Aduh aku semakin kalut. Bagaimana caranya meminta maaf kepadanya. Atau aku harus menghindarinya untuk selamanya.
OOO
bersambung
0 komentar :
Posting Komentar