naskah mengejar mimpi bab: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Hiruk pikuk terminal semakin asik dimata suanda dan iwan. Seliweran berbagai macam kendaraan dan manusia yang tumpah ruah seakan membuat mereka terinspirasi. Aku tak tahu harus berbuat apa. Mereka berdua tampak seperti tak bisa diganggu. Karena tak ada yang bisa aku lakukan, maka aku hanya memperhatikan wajah mereka satu persatu. Meraka tak perduli lagi denganku karna saking sibuknya memperhatikan gadis-gadis manis berseragam sekolah diujung sana.
Aku mencoba-coba mengartikan air muka mereka sesuai dengan apa yang mereka lihat dan pkirkan. Kutatap wajah iwan dalam-dalam ia masih tak perduli. Berati pikirannya kosong. Tapi beberapa detik kemudian air mukanya berubah tegang, matanya terbelalak, kedua alisnya terangkat. Berarti ia terkejut dan khawatir. Benar saja iwan sempat melihat orang tua yang hampir saja ditabrak sepeda motor. Aku jadi tertawa sendiri. Memikirkan kelakuanku ini seperti orang kurang kerjaan saja.
Aku semakin tertarik mencoba sekali lagi mengartikan air mukanya. Kali ini bibirnya bergetar, matanya nanar, tatapannya sayu. Berarti ia sedang bersedih. Aku memalingkan wajahku ketempat yang sedang dilihat iwan. Benar saja ia sedang melihat seorang anak kecil yang sedang memperhatikan orang yang sedang makan, jelas sekali anak itu sedang kelaparan, tapi tak berani meminta.
Sejak kecil aku tertarik menjadi pengamat kehidupan. Bagaimana kebiasaan orang, kenapa ada orang yang menyukai sesuatu sedangkan yang lainnya tak menyukainya, kenapa ada orang kaya yang ingin hidup sederhana, sedangkan ada orang miskin berusaha mengesankan dirinya kaya. Dari kejadian itu aku menemukan semacam pengetahuan yang semakin membuatku mengerti bahwa dalam tempurung kepala manusia bisa tercipta jutaan kemungkinan yang akan menjadi karakter dari masing-masing individu.
Beberapa menit kemudian tak terhitung berkali-kali air muka iwan berubah-ubah. Dan aku bisa mengartikan semuanya. Namun ada satu ekspresi wajahnya yang tak bisa aku artikan sama sekali. Meskipun sudah berusaha mati-matian memutar otak, menggali perbendaharaan macam-macam raut wajah tetap saja tak bisa. Baru kali ini aku melihat air muka seperti ini yaitu: wajahnya tersenyum seperti orang menyindir, kedua bola matanya bertemu pada satu titik seperti orang yang juling. Dan tiba-tiba ia langsung tertawa terpingkal-pingkal, kurang ajar betul. Rupanya ia mengerjaiku. Ia tahu kalau aku sedang meneliti wajahnya.
Kami serentak tertawa bersama-sama. Suanda yang tak tahu hal itu memandang heran kearah kami. Wajahnya berusaha mencari tahu apa yang membuat kami tertawa. Suanda memaksa bertanya.
”ada apa. Kalian melihat apa”. Suanda semakin penasaran. Kami tak memperdulikannya. Dan masih tetap tertawa terguling-guling. Suanda menutup mulut kami dengan jengkel.
”cepat katakan apa yang terjadi”. Desaknya dengan kesal.
”ia..ia...lepaskan dulu tanganmu”. Suanda melepaskan tangannya. Ia diam menunggu berusaha sabar dengan apa yang akan kami katakan.
”kau mau tahu kan”. Tanyaku. Suanda mengangguk-angguk seperti unta. Wajahnya lucu kalau penasaran.
”iwan coba kau perlihatkan matamu seperti tadi”. Iwan menjulingkan matanya. Melihat wajah iwan suanda langsung meledak tawanya. Kami pun ikut tertawa dan tak sadar kalau orang-orang disekeliling kami sejak tadi memperhatikan kami.
Aku teringat pesan mami aco untuk membeli bahan-bahan untuk membuat kue. Maka aku meninggalkan mereka berdua yang lagi menikmanti hirukpikuk terminal. Aku menuju pasar sentral yang berada dilantai dasar. Setelah menuruni tangga akhirnya sampai juga. Aku segera menyelesaikan beberapa transaksi jual beli tawar menawar dan langsung balik lagi kelantai atas ketempat suanda dan iwan duduk.
Melihatku suanda dan iwan langsung berlari kearahku. Mereka sepertinya tak sabar seolah ingin menceritakan sesuatu yang sangat penting.
”dedi tadi waktu kau pergi ada seorang cewek yang sangat cantik disini, rupanya ia sedang mencari sesuatu”. Kata suanda bersemangat. Iwan menyambung.
”tadi cewek itu melihat-lihat kejalur mobil jurusan suwawa, siapa tahu ia ingin mencarter mobil, jadi kita tawari saja pakai mobilmu”. Iwan lebih bersemangat lagi. Aku tahu mereka berharap sekali jika mobilku yang nanti akan dipakai wanita itu, berarti mereka berdua bisa ikut juga bersamaku. Dan yang paling penting aku bisa mendapatkan uang tanpa harus mengantri menunggu penumpang diterminal yang panas ini.
”dedi jika kau melihatnya pasti tak bisa tidur selama sebulan”. Kata suanda berseri-seri. Aku jadi penasaran dengan cewek itu pasti wanita itu sangat cantik sampai membuat kedua temanku ini senewen seperti orang kesurupan. Dan yang paling menarik tentang keinginan wanita itu menyewa mobil.
”ayo kita kesana saja, tadi ia berjalan kearah sana”. Ajak suanda tak sabar. Aku jadi tertarik juga. Aku menitipkan dua kantong belanjaanku diwarung kopi langganan teman-temanku yang juga sama denganku berprofesi sebagai sopir.
Suanda berjalan paling depan, matanya kesana kemari mencari wanita yang barusan mereka ceritakan. Kami menyusuri setiap sudut gedung soping. Tiba-tiba setelah melewati sudut bangunan toko ia langsung berhenti mendadak seperti melihat dinosaurus didepannya, sehingga menyebabkan tabrakan beruntun, aku menabrak suanda dan yang paling sial adalah aku yang ditabrak iwan dengan kepalanya dan menginjak kakiku.
Suanda menunjuk kearah tiga wanita yang lagi asik bercerita. Aku terperangah, pantas saja suanda dan iwan sampai senewen begitu. Aku belum mengucapkan apapun. Suanda dan iwan menatapku meminta pendapat bagai mana cara mendekati wanita ini.
”kita berpura-pura saja mengenal mereka”. Saran iwan. Suanda memalingkan wajahnya ke jalan, dahinya berkerut. Aku tahu ia lagi berpikir dan biasanya kalau sudah begitu akan muncul ide-ide sinting darinya. Nampaknya ia telah menemukan ide sinting itu karena wajahnya sekarang berbinar-binar.
”begini saja, kita berpura-pura menabrak mereka secara tidak sengaja, kemudian meminta maaf dan berkenalan dengan mereka. Gampang kan”. Kata suanda berapi-api. Mendengar itu inginnya aku mengambil tong sampah didepan toko dan memasukan kepalanya. Ia mengira idenya itu adalah yang terbaik. Barusan kukatakan tadi pasti akan ada ide yang menjengkelkan keluar dari otaknya. Suanda orang yang kepalanya selalu dirasuki oleh ide-ide yang tak masuk akal. Karena saking banyaknya ide itu. Ingin sekali meloncat keluar dari otaknya.
”begini saja, kita menggunakan cara kita sendiri-sendiri. Jadi kita juga berjuang sendiri-sendiri bagaimana caranya mendekati putri cantik itu”. Jelasku kepada mereka.
”pertama, kau suanda datangi mereka, kau berpura-pura jatuh tepat didepan wanita itu, siapa tahu ia akan iba dan langsung menggendongmu”. Suanda memikirkan saranku, rupanya kali ini rasa percaya dirinya yang tinggi menguap begitu saja menghadapi gadis cantik berpostur tubuh langsing padat dan berisi ini.
”iwan, kau bagaimana, masih dengan rencanamu mengajak mereka berkenalan”. Iwan menggeleng kepalanya, berarti ia menyerah.
”kesempatan terakhir untukmu suanda, masih punya nyali?”. suanda mengalah.
”oke, kalian berdua disini saja, biar abangmu ini yang akan membereskannya, pokoknya kalian berdua tunggu saja aku panggil”. Kataku dengan gaya penuh keyakinan. Suanda dan iwan sangat terkejut dengan keputusanku. Mereka mengira aku tak berani menemui wanita itu. Kurang ajar sekali mereka meremehkanku, liat saja nanti kemampuan abangmu ini.
Aku meninggalkan mereka yang masih tak percaya. Suanda dan iwan tegang melihatku dari jauh. Gadis berkulit putih mulus ini dan siapapun akan sulit membedakannya dengan sancai bintang film meteor garden itu tak menyadari kalau aku sedang menuju kepadanya.
Tentu saja suanda dan iwan tak menyangka kalau aku mengenal iyen, sebab selama ini aku tak pernah menceritakan tentang kedekatanku dengan gadis cantik ini, wanita yang menjadi primadona sekolahku. Aku medekati iyen, ia masih serius dengan kedua temannya.
”hai...boleh aku bergabung”. Sapaku mengalihkan perhatian ketiga wanita ini. Iyen kaget melihatku sontak langsung berdiri.
”hei.......dedi, aku dari tadi mencarimu, kenapa tak masuk sekolah hari ini”. Kata iyen dengan wajah masih terkejut tapi sangat senang melihatku. Sikap itulah yang membuat aku selalu rindu akan dirinya. Iyen merasa selalu gembira didekatku, aku tak tahu apa yang membuat ia begitu bersemangat jika sedang bersama senganku. Yang aku tahu aku selalu ingin melihat wajahnya yang selalu tersenyum, semangatnya meluap-luap, matanya yang berbinar-binar, menyatu bersama dengan setiap gerakan dan cara ia menatapku. Aku merasa tertular dengan energi positifnya yang membuat aku ingin selalu bersamanya. namun jika perasaan itu muncul entah mengapa ada sebagian hatiku ingin menjauh darinya.
Lamunanku tersadar dengan lambayan tangan iyen didepan wajahku, rupanya aku tadi sedang melamun.
”untuk apa mencariku ada yang penting”. Tanyaku heran. Sangat jarang ada wanita secantik dia mau mencariku.
”aku mau menagi janjimu waktu itu, katanya kapan-kapan kau akan mau aku traktir makan”. Katanya mengingatkanku. Aku baru ingat beberapa kali aku selalu menolak jika diajaknya makan.
”oh...itu, aku pikir kau telah melupakannya”. Kataku mengesankan kalau sekarang aku sangat mau sekali. Karena aku ingin membuat suanda dan iwan terkagum-kagum dengan aku. Setidaknya ada sedikit yang bisa aku banggakan didepan mereka yaitu ditraktir cewek cantik makan. Dan aku yakin setelah kejadian ini mereka akan selalu meminta petuah tentang cinta dariku.
”nah sekarang kau harus menepati janjimu, aku tak mau mendengar alasan apapun”. Katanya dan langsung menarik tanganku. Seperti takut jangan-jangan aku akan kabur lagi.
”tapi bagaimana dengan kedua temanku itu”. Kataku sambil menunjuk kearah mereka. Kulihat suanda memeluk tiang dengan mulut ternganga. Disampingnya iwan mencubit tangannya seakan tak percaya dengan penglihatan mereka. Wajar saja, siapapun tak mengira kalau iyen akan sebaik itu tehadapku. Tapi aku senang melihat mereka kagum denganku. Makanya jangan main-main dengan abang kalian ini demikianlah dalam hatiku.
”di ajak saja sekalian, biar rame”. Saran iyen penuh antusias.
Kudekati suanda dan iwan, mereka masih terperangah.
”kalian tentu mau kan kalau ditraktir makan wanita itu”. Kataku sok cuek tak peduli dengan raut wajah mereka yang seperti ingin menumpahkan ribuan pertanyaan. Mereka masih bisu menatapku. Aku jadi ingin menggoda mereka. Sebenarnya tanpa menjawabpun mereka pasti mau. Siapa saja pasti tak sanggup menolak ajakan si putri sancai yang bertubuh langsing itu.
”oh....jadi kalian tak mau, baiklah kalian disini saja”. Kataku berpura-pura tak berharap dan langsung meninggalkan mereka berdua.
”e...eh...sembarangan siapa bilang kami tak mau”. Teriak suanda mengejarku.
dedi padiku | foto | video | blog mengejar mimpi | blog facebook | profil facebook | facegor.
0 komentar :
Posting Komentar