• slide 1

    Dedi Padiku 1

    Foto ini saat pertamakalinya saya tampil di depan umum....

  • slide 2

    Dedi Padiku 2

    Foto ini saat pertamakalinya saya tampil di depan umum....

  • slide 3

    Dedi Padiku 3

    Foto ini saat pertamakalinya saya tampil di depan umum....

  • slide 4

    Dedi Padiku 4

    Foto ini saat pertamakalinya saya tampil di depan umum....

  • slide 5

    Dedi Padiku 5

    Foto ini saat pertamakalinya saya tampil di depan umum....

  • slide 6

    Dedi Padiku 6

    Foto ini saat pertamakalinya saya tampil di depan umum....

  • slide nav 1

    Dedi Padiku 1

    Foto ini saat pertamakalinya saya tampil di depan umum ...
  • slide nav 2

    Dedi Padiku 2

    Foto ini saat pertamakalinya saya tampil di depan umum ...
  • slide nav 3

    Dedi Padiku 3

    Foto ini saat pertamakalinya saya tampil di depan umum ...
  • slide nav 4

    Dedi Padiku 4

    Foto ini saat pertamakalinya saya tampil di depan umum ...
  • slide nav 5

    Dedi Padiku 5

    Foto ini saat pertamakalinya saya tampil di depan umum ...
  • slide nav 6

    Dedi Padiku 6

    Foto ini saat pertamakalinya saya tampil di depan umum ...

Bab 15: kedok terbongkar

Diposting oleh Dedi Padiku
naskah mengejar mimpi bab: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Didalam kamar aku sibuk mempraktekan ilmu sulap. Aku hampir tak percaya melihat percobaan yang aku lakukan. Sangat menakjubkan. Semua berjalan lancar sesuai petunjuk buku sulap itu. Awalnya aku sempat kesulitan melakukannya. namun Setelah berkali-kali mencoba dengan gaya bak seorang yang telah mempunyai ilmu tinggi, akhirnya aku sudah terbiasa melakukannya tanpa ragu-ragu. Kini aku melatih ekspresi wajahku, agar saat mendemonstrasikan ilmu itu, terlihat seperti orang yang benar-benar sakti mandraguna, yang raja setanpun takut berurusan denganku.
Aku semakin yakin kalau semua yang melihatku akan terperangah dan akan mengemis-ngemis ingin menjadi muridku. Malam ini seperti biasanya mereka akan berkumpul lagi setelah shalat isha. Dan aku seharusnya sekarang sudah berada disana mempersiapkan semuanya sebelum seorangpun datang ketempat itu.


Sehabis magrib aku langsung menghambur kerumah pak ustad yang menjadi tempat mereka berkumpul. Kulihat suanda dan iwan telah mengeluarkan semua kursi di dalam rumah. Mengepel lantai dan mengalasnya dengan karpet. Salah satu tempat duduk sangat berbeda dari yang lain yaitu dialas dengan permadani yang luasnya cukup satu orang. Tak salah lagi pasti itu tempat duduknya sang suhu.
Saat suanda dan iwan lengah sedikit keluar dari ruang tengah, aku langsung menyelinap masuk. Puluhan kertas korang yang telah aku sisipkan ramuan kimia, aku sebarkan ditengah-tengah ruangan. Tak lupa juga aku menaruh beberapa koran tepat didepan tempat duduk sang suhu. Dan yang terakhir sebagai pembukaan perkenalan saat pemuja ilmu sesat itu datang. Aku menyisipkan lima ramuan kimia dibawah permadani tempat duduk sang suhu. Tidak tanggung-tanggung aku menaruhnya lima sekaligus biar pantatnya kepanasan. Pasti ia akan meloncat kaget tak alang kepalang. Lihat saja nanti.
Untung aku telah selesai menaruh koran-koran itu saat suanda dan iwan masuk kedalam ruangan. Mereka sumringah melihat aku berada ditempat itu. Mungkin mereka mengira aku juga akan ikut masuk perguruan sesat mereka.
”akhirnya kau menyerah juga kawan”. Kata iwan dengan mata berbinar-binar.
”apa kau memimpikan suhu itu semalam sampai kau mau menjadi muridnya”. Lanjutnya lagi.
”tidak. Tidak sama sekali. Aku kesini bukan untuk menjadi muridnya, tapi untuk mencoba sampai dimana kemampuan suhu kalian itu”. Suanda dan iwan tertawa terbahak-bahak. Mereka mengira aku main-main.
”hati-hati dengan leluconmu itu, kalau ada yang mendengarnya, tamatlah riwayatmu. Untung hanya aku dan suanda yang mendengarnya”. Bisik iwan dengan serius sambil melirik kiri kanan takut ada yang mendengarnya. Mereka seperti tak tega jika terjadi apa-apa denganku. Aku tahu meskipun mereka memusuhiku tapi mereka tetap sayang kepadaku. Sudah bertahun-tahun kami hidup bersama tak ada yang dapat memisahkan kami.
”kawan maukah kalian membantuku untuk melawan suhu itu”. Pintaku kepada suanda dan iwan. Mereka memandangku serius seakan tak percaya. Wajah mereka seperti orang yang sedang menanggungkan sesuatu yang sangat berat sekali.
”apakah ini sudah keputusan terakhirmu”. Kali ini suanda yang angkat bicara.
”ya. Inilah keputusanku, kalian tahu kan suhu itu mengajar kalian dengan ajaran yang bertentangan dengan agama. Aku tak tega melihat warga desa yang dibodoh-bodohi oleh suhu itu, aku juga tidak memaksa kalian, biarlah aku yang akan menghentikan ini sendiri”. Kataku seperti orang yang akan pergi kemedan perang dan belum pasti bisa kembali lagi. Mereka tertunduk lesu. Dan kemudian dengan sangat meyakinkan mereka mendekatiku.
”baiklah kawan, kami akan bersamamu tak ada siapapun yang dapat memisahkan kita bertiga”. Kata iwan mantap seakan tidak takut akan resiko apapun. Sedangkan suanda lain lagi.
”aku tak akan membiarkan suhu itu menyentuhmu sedikitpun, walaupun ia akan merubah aku menjadi kodok”. Wajah suanda serius, tak sedikitpun ia tersenyum. Lihatlah itu biarpun ia akan menjadi kodok, ia akan tetap membelaku. sebenarnya aku sudah tak tahan ingin ketawa melihat wajah mereka, tapi aku tak ingin merusak suasana haru ini.
Kami bertiga bergandengan tangan, menunduk takzim membaca doa seperti orang yang telah memiliki janji dengan malaikat pencabut nyawa. Setelah itu kami berpandangan.
”kawan seandainya aku mati ditangan suhu itu, tolong penuhi keinginanku yang terakhir”. Iwan memohon. Aku menunduk menahan tawa.
”katakanlah kawan aku akan penuhi permintaamu”. Jawabku. Iwan terus memandangku dengan wajah sendu. Kawan kau memang sahabatku yang paling baik. mungkin itu arti tatapannya.
”berjanjilah kalau kau akan pergi berguru kebanten, setelah kau menjadi hebat balaskan dendamku”. Kata iwan penuh kemarahan. Nafasnya memburu, dadanya turun naik. Dan tiba-tiba suanda bersuara
”aku juga jangan kau lupa, seandainya aku menjadi kodok kembalikan aku kewujut semula”. Aku tak habis pikir seandainya jika ada yang melihat keadaan kami ini, pasti mereka akan tertawa terguling-guling, karna tak sanggup melihat wajah mereka berdua. Aku juga tak menyangka kalau mereka bisa seserius itu.
Pak ustad yang sempat melihat adegan kami tadi bertepuk tangan memberi semangat, wajahnya seperti ingin menagis, tapi bukan karna terharu melihat kami, tapi karena lebih ingin menahan tawa.
”bagus, memang seharusnya kalian harus bersatu menghentikan itu”. Kata pak ustad sambil menepuk-nepuk pundak kami.
”dan kalian jangan takut, aku akan mendukung sepenuhnya”. Lanjutnya lagi. Aku semakin bersemangat mendengar kata-kata pak ustad. bersama kedua temanku tak sedikitpun aku gentar melawan suhu itu. Tapi semoga saja jangan sampai suhu itu mengutuk kami menjadi kodok.
Sekarang satu persatu warga desa mulai berdatangan. Tak sampai beberapa menit ruangan telah penuh. Kami bertiga mengambil posisi tepat didepan sang suhu. Namun sang suhu belum juga datang. Memang seperti kebiasaan orang-orang penting di negara kita yaitu demi menegaskan bahwa mereka sangatlah berkuasa, sesuka hatinya datang. Padahal orang-orang sudah dari tadi menunggu. Tapi liat saja nanti suhu itu akan meraskan akibatnya. Kedoknya sebagai sinuhun ilmu sakti mandraguna akan terbongkar malam ini. Dan bukan hanya itu suanda dan iwan pasti tak menyangka kalau aku telah mempersiapkan semuanya. Bisa saja ketika melihat aku menjilati besi panas yang membara, suanda dan iwan akan pingsan ditempat.
Disekeliling kami orang-orang serius dengan bualan mereka masing-masing, ada yang sedang menceritakan ilmu kebal, ilmu pelet, ilmu menarik jodoh. Pokoknya berbagai cerita ilmu menyatu di tempat ini. Tapi ada satu cerita yang menarik perhatian kami yaitu konon katanya sang suhu ini pernah di bacok orang, tapi tak sedikitpun tubuhnya terluka. Menyadari itu orang yang membacok tadi telah pasrah meskipun sang suhu akan membunuhnya. Namun karena sang suhu bijaksana, orang itu dilepaskan begitu saja.
Mendengar cerita itu suanda dan iwan menjadi ketakutan, tubuh mereka mengerut di sampingku, Semangat yang barusan tadi berapi-api kini padam seketika, mereka memandangku dengan penuh isyarat bahwa masih punya waktu untuk mengurungkan niat ini. Namun tak sedikitpun aku terpengaruh. Suanda dan iwan tak bisa diharapkan lagi.
”kalian berdua diam saja, biar abangmu ini yang akan memberi pelajaran kepada suhu penipu itu”. Bisikku pelan agar tak ada yang mendengar. Suanda dan iwan hanya bisa memandangku heran penuh tanda tanya. Mereka ingin sekali mengetahui apa yang akan aku lakukan.
”lihat saja nanti, tak lama lagi”. Kataku mantap.
Tiba-tiba seluruh orang yang berada diruangan itu langsung terdiam, suasana menjadi hening beraroma ketegangan. Iwan berbisik.
”Sang suhu telah datang”. Iwan gugup, suanda menggigil ketakutan. Dan aku semakin tak sabar ingin melihat pantat suhu itu terbakar. Dari dalam kulihat tiga orang laki-laki memakai jubah memasuki pintu depan. Mereka berjalan tenang memasuki ruangan. Pria yang berada ditengah nampak lebih berwibawa. Namun aku menangkap satu kesan bahwa orang ini berusaha mati-matian Agar terlihat lebih berwibawa. Atau lebih tepatnya ia sedang bersandiwara. Pasti dialah sang suhu tersebut. Sedangkan dua orang ajudannya nampak merasa bangga melihat seluruh yang berada diruangan menunduk takzim. Seperti tikus melihat harimau. Lebih tepatnya demikian, karena kalau melihat kucing biasanya ada juga tikus yang tidak takut. Jadi perumpamaannya sengaja menggunakan harimau.
Aku tegang saat sang suhu mendekati tempat duduknya. Aku berharap ramuan kimia itu berpungsi sengan baik. Tak tanggung-tanggung aku menaruhnya lima sekaligus. Biar dia tahu rasa. Aku ingin sekali melihat reaksinya ketika meloncat dari tempat duduknya. Karena pantatnya terbakar oleh ramuanku. Pasti sangat mengasikkan.
Kini sang suhu mengambil posisi untuk duduk bersila sama seperti yang lainnya duduk melantai. Aku semakin gugup menunggu reaksi ramuan ajaibku. Seperti orang yang menunggu komando regu penembak mati, dalam eksekusi hukuman tembak mati. Namun ramuanku belum juga bekerja. Aduh kenapa ia masih belum bereaksi. Dalam hatiku cemas. Jangan-jangan sang suhu tau kalau ada perangkap, dan dengan ilmunya larutan kimia itu tak berarti apa-apa.
Aku ketakutan ketika sang suhu melirikku. Mungkin ia tahu kalau aku bermaksut melawannya. Aku membaca seluruh doa tolak bala yang aku hafal berulang-ulang. Dan tak henti-hentinya memohon kepada tuhan. Suanda dan iwan sudah tak bisa diharapkan lagi. Untuk menarik nafas saja mereka sudah tak mampu. Aku berusaha mencari seseorang diantara ratusan orang yang duduk didepanku. Semoga saja pak ustad bisa memulihkan mentalku yang hampir saja putus asa. Aku tak menemukannya diantara orang –orang yang duduk berdesaskan. Tapi aku merasakan ada seseorang yang terus mengawasiku dari samping. Aku menolehnya, dan rupanya pak ustad telah duduk disamping suanda disebelahku. Sejak dari tadi ia memperhatikan aku. Melihatnya tersenyum aku sedikit merasa tenang. Aku tak boleh menyerah begitu saja. Aku tahu, hanya akulah satu-satunya harapan pak ustad. Sekali lagi aku menatap wajahnya, pak ustad tersenyum tenang seakan ia percaya kalau kali ini aku akan berhasil menghentikan kemungkaran ini.
Aku semakin yakin akan keputusanku. Dan tiba-tiba sebelum aku memalingkan wajah. Seseorang didepanku yang tak lain adalah sang suhu, melonjak dari tempat duduknya. Ia memekik begitu terkejut tak alang kepalang. Wajahnya ketakutan, nafasnya memburu tesengal-sengal. Bukan hanya sang suhu, seluruh yang ada disitu ikut terperangah menyaksikan api yang berkobar-kobar membakar permadani tempat duduknya sang suhu. Menyadari kejadian itu hampir saja aku berteriak kegirangan karna perangkapku berhasil. Ternyata tuhan menolongku menghentikan kemungkaran ini. Aku semakin tak tahan untuk mendemonstrasikan kemampuan yang akan membuat seluruh yang berada disini mencium tanganku.
Tak ada seorang pun yang berusaha untuk memadamkan api yang berkobar-kobar itu. Karena Semuanya terpana dengan mulut terbuka tak habis pikir dengan kejadian yang sangat menakjubkan itu. Pak ustad saja sang pemilik rumah tak sempat berpikir kalau kebakaran itu bisa saja merembet ketempat lain. Belum hilang rasa terkejut, tiba-tiba lagi terjadi yang lebih menakjubkan. Sang suhu kembali meloncat sekuat-kuatnya, kali ini ia kelihatan sangat ketakutan sekali, tubuhnya gemetaran, mukanya pucat, dan bibirnya bergetar hebat memandangi tumpukan upeti pemberian warga yaitu rokok, gula pasir, dan amplop yang terbakar dengan sendirinya.
Aku saja terkejut melihat kejadian itu. Tapi untung saja kuingat kalau tadi aku menaruh beberapa koran yang telah disisipi ramuan kimia, tepat didepan sang suhu. Namun koran itu telah tertutup oleh berbagai upeti pesembahan warga yang terbakar itu. Malam ini sang suhu benar-benar sial. Sebenarnya koran yang aku taruh didepannya itu, akan aku gunakan untuk membuat mereka terperangah dengan cara memukul koran itu. Namun belum sempat aku melakukannya, sang suhu tak sadar meloncat ketempat yang telah aku taruh koran-koran tadi. Dan memang begitulah kekuasaan tuhan menghukum hambanya dengan cara yang tak diduga-duga. Kini aku hanya menikmati wajah suhu penipu ini ketakutan.
Semua masih terpana larut dalam rasa takjub yang sangat dalam. Wajar saja sebab kejadian seperti ini sangat jarang terjadi. Aku saja yang merencanakan kejadian ini, sempat juga hampir tak percaya melihanya. Kini rumah pak ustad telah menjadi gaduh dikerumuni ratusan orang yang semakin berdatangan setelah mengetahui kejadian itu. Bahkan mami aco tanteku yang cacat, kulihat sudah berada ditempat ini. Kepalanya menyembul-nyembul diantara orang-orang yang hanya bisa mengintip dari jendela. sebab rumah pak ustad sudah tak sanggup lagi menampung ratusan warga yang semakin bertambah banyak.
Masih dalam suasana takjub, aku langsung berdiri dengan sangat penuh percaya diri. Aku tahu ini adalah kesempatan yang tepat untuk menjatuhkan suhu gadungan itu. Perhatian seluruh warga kini beralih kepadaku, yang sangat diplomatis berpidato di depan mereka.
”aku yakin kejadian barusan ini bukanlah terjadi dengan sendirinya, tidak mungkin tanpa ada sesuatu tiba-tiba api mengejar sang suhu untuk berusaha membakarnya. Ketika sang suhu duduk, tiba-tiba tempat duduknya terbakar. Dan ketika ia meloncat ketengah, di situ juga ikut terbakar. Jadi bisa disimpulkan ada seseorang yang ilmunya lebih tinggi dari sang suhu, atau bisa saja suhu ini tidak mempunyai kemampuan apa-apa. Karna buktinya ia tak bedaya sama sekali, kalian lihat kan mukanya yang ketakutan”.
Penjelasanku membuat semua yang berada disitu terdiam, mereka berusaha menganalisa ucapanku. Dan kemudian semua setuju denganku. Salah seorang dari mereka berusaha bertanya.
”jadi kira-kira siapa orang yang berilmu tinggi itu, pastilah ia bukan orang sembarangan”. Pertanyaan orang itu membuat semua yang berada di tempat ini saling berpandangan, berusaha mencari tahu siapa sinuhun yang sangat sakti mandraguna itu.
Aku semakin tak sabar ingin melihat mereka berebutan mencium tanganku setelah mengetahui jika akulah orang yang berilmu tinggi itu. Semua kembali terdiam mendengarku berbicara. Mereka tesihir dengan rasa percaya diriku yang kuat. Bahkan mereka hanya bisa mengangguk-angguk membenarkan setiap kata-kataku.
”baiklah jika saudara-saudara ingin mengetahui orang itu, ia sekarang masih berada disini”. Suasana menjadi hening seketika. Semua terdiam menanti siapa orang yang aku maksudkan itu. Suanda dan iwan terus memandangku aneh, aku tahu mereka mengira aku hanya membual. Tapi biarlah, tak lama lagi mereka pasti akan ikut berebutan mencium tanganku.
Dengan gaya layaknya orang yang telah memiliki ilmu yang sangat tinggi, aku memandangi salah satu tumpukan puluhan bungkus rokok yang diam-diam tadi saat aku melewatinya, aku menginjak koran yang berada di bawahnya untuk memecahkan larutan kimia yang aku selipkan didalam koran itu. Tentu saja mereka tak mengerti kalau sumber ilmu adalah ramuan kimia.
Mereka terus memandangku ganjil penuh tanda tanya. Dan yang paling menjengkelkan adalah cara suanda dan iwan memandangku. Mereka melihatku seperti orang yang sakit jiwa. Tapi beberapa detik kemudian semua berubah memandangku kagum. Mereka tak percaya melihat kemampuanku bisa membakar tumpukan rokok hanya dengan memandangnya. Pantasan saja sang suhu tadi di uber-uber kobaran api. Mungkin demikianlah yang ada dalam pikiran mereka. Bagaimana mungkin anak kecil seperti aku bisa begitu hebat sampai membuat sang suhu seperti dedemit dimarahi raja hantu.
Kini mereka telah mengetahui kalau akulah sinuhun yang sakti mandraguna itu. Mereka tak menyangka bahwa selama ini aku yang tak pernah terlihat berguru atau setidaknya berperawakan seperti orang yang telah berilmu tinggi, diam-diam menyimpan ilmu yang sangat menakjubkan. Kulihat pak ustad menangis haru dengan bibir begetar tak henti-hentinya mengucapkan subahanallah, pak hama yang seminggu lalu menghajar kudaku karena telah memakan padinya terlihat seperti sangat menyesal, namun kali ini ia seakan mengatakan kalau ia akan membiarkan kudaku jika mau memakan lagi padinya, sedangkan dua anak norak yang tak lain adalah suanda dan iwan, seakan ingin meloncat dari tempat duduknya untuk mengatakan kepada semua orang kalau aku adalah teman mereka yang melehebihi saudara.
”iwan cepat kau ambil kompor dan besi yang berada dibelakang”. Perintahku. Nyaris saja membuat jantungnya copot, tanpa banyak cincong iwan cepat-cepat kebelakang seperti telah mendapat perintah dari malaikat maut. Tak mau ketinggalan Suanda mengikuti iwan. Mereka sangat senang mendapat perintahku.
Tak lama kemudian suanda dan iwan muncul tergopoh-gopoh. Wajah mereka layaknya penjilat yang berusaha mengambil hati para pejabat negara untuk mendapatkan proyek. Wajah mereka berbinar-binar bangga mendapat perintah dariku. Bahkan sesekali suanda berdiri memandang wajah seluruh warga seolah mengatakan lihatlah kawanku ini kalian jangan macam-macam dengannya kalau tak ingin di rubahnya menjadi kodok. Suanda terus mengumbar senyum girang penuh kebanggaan.
Aku menyuruh mereka berdua membakar besi diatas kompor. Sedangkan aku pamit sebentar kekamar kecil. Para warga yang menutupi jalanku sontak terjajar kebelakang memberi aku jalan dengan wajah ketakutan. Didalam kamar kecil aku berkumur dengan larutan kimia yang telah aku persiapkan. Kali ini mereka akan lebih tekejut lagi melihat aku menjilati besi yang telah memerah membara. Tak lupa juga aku memoles kedua tanganku agar tak terbakar saat memegang besi panas itu. Aku kembali ketempat pertunjukan. Semua tegang mengantisipasi apa yang akan aku lakukan.
Sebagian orang seakan cemas melihatku, mungkin takut seandainya besi panas itu akan membakarku. Aku memegang besi yang telah memerah akibat terlalu lama dibakar diatas kompor. Saat aku mulai menjilatinya, semua tecekat. Mata mereka melotot seperti anak kecil melihat hantu. Selama pertunjukan itu aku hanya bisa melihat seluruh warga memandangku kagum. Mereka terperangah dalam suasana yang menakjubkan. Aku telah berhasil menghentikan perguruan sesat mereka. Namun sejak kejadian itu aku semakin kurang nyaman keluar rumah. Mereka terlalu berlebihan menghargaiku. Sebaliknya suanda dan iwan sangat menikmati keadaan itu. Ketika keluar rumah suanda dan iwan senang bukan main jika ada warga yang memandang kagum kepada kami. Tapi tak apalah yang penting aku talah berhasil menyelamatkan kebodohan mereka.
Satu lagi keuntungan dari kejadian itu, yaitu suanda dan iwan memperlakukan aku dengan sangat istimewa. Setiap malamnya mereka melarang aku untuk mencuci mobil. Katanya biar mereka yang akan membereskannya. Dan ketika dikamar mereka berebutan memijat seluruh anggota tubuhku. Aku semakin geli melihat sikap mereka berdua. Berbagai macam cara mereka gunakan untuk membujuk aku menurunkan ilmuku. Padahal jika mereka tahu sebenarnya itu hanyalah ilmu sulap, pasti mereka akan menghujatku habis-habisan karena telah berani menipu seluruh warga. Tapi biarlah untuk sementara ini aku ingin suanda dan iwan menganggapku sang suhu penguasa segala macam ilmu.
Tapi ada satu hal yang membuat aku bangga dengan kejadian itu yaitu sebagian warga yang tadinya jarang shalat kini jadi semakin rajin kemesjid setelah mendengar kalau aku mendapatkan ilmu itu di dalam shalat. Bahkan pak hama yang tak pernah kelihatan shalat, kini sudah mulai kemesjid setiap hari jumat dan hari lainnya shalat dirumah.
Aku tak menyangka jika perbuatanku itu membawa kebaikan kepada banyak orang. Tetapi suanda dan iwan tetap saja mencurigaiku. Mereka selalu berusaha mencari tahu tentang bagaimana aku mendapatkan ilmu itu. Dalam hal ini iwan semakin yakin jika aku diam-diam telah menemukan mustika yang menjadi sumber ilmuku. Suanda yang termakan hasutannya bersekongkol dengannya menggeledah kamarku demi menemukan mustika itu.
Dan yang paling menjengkelkan adalah mereka sering menggeledah tubuhku pelan-pelan ketika aku tertidur. Gerak gerik mereka layaknya detektif yang bertugas memata-matai aku. Mengendap-endap, berjingkat-jingkat ketika aku sedang tidur. Bahkan aku sering terbangun dari tidurku karena ulah mereka. Setiap inci tubuhku diperiksa dengan sangat hati-hati. Mereka mengira aku telah memasukan mustika itu kedalam kulitku. Dengan gerakan yang seperti telah terlatih suanda dan iwan meraba-raba tubuhku. Dan kadang karena kesintingan mereka, tampa ragu-ragu dengan seenaknya memasukan tangan mereka kedalam celanaku untuk mencari mustika yang mereka anggap aku sembunyikan disitu. Kurang ajar betul.


dedi padiku | foto | video | blog mengejar mimpi | blog facebook | profil facebook | facegor.

0 komentar :

Posting Komentar

 
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon More
powered by Blogger Dedi Padiku